PT BTPN Syariah Tbk (BTPS) telah melaporkan publikasi laporan keuangan per 9M23 di IDX pada 19 Oktober 2023 lalu. Meski pendapatan naik 8,9%, namun laba bersih 9M23 turun -24.4%.
Beberapa hari kemudian, pada 26 Oktober 2023, manajemen menggelar paparan publik (public expose) untuk menjelaskan kinerjanya. Kami mengikuti acara ini dan ikut berpartisipasi.
Dengan harga Rp1.615 per 3 Nov 2023, saham BTPS mengalami penurunan -36% sejak akhir tahun 2022 lalu.
Rapuh atau tidak bisnis BTPS ini? Apakah masih ada hal yang menarik dari bisnis BTPS dan sahamnya ke depan? Mari ketahui jawabannya.
Panjang 3.900-an kata. Waktu baca 22-an menit.
Cari peringatan, ide, atau inspirasi dengan mengikuti Fokus Bolasalju.
Kinerja 9M-2023
Bank syariah terbesar kedua di Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar ini menutup September 2023 (9M23) dengan peningkatan pendapatan naik 8,9% dari tahun sebelumnya Rp3,95 triliun menjadi sebesar Rp4,30 triliun. Kenaikan ini terasa tipis jika dibandingkan kenaikan tahunan periode sebelumnya. Untuk memberi konteks, pendapatan 9M23 ini hanya selisih Rp150 miliar dibanding pendapatan tahunan pra-pandemi untuk tahun buku 2019 sebesar Rp4,45 triliun.
Kemudian, BTPS melaporkan laba bersih 9M23 turun -24.4% dari periode sebelumnya Rp1,32 triliun menjadi sebesar Rp1,00 triliun (Rp1.003,73 miliar). Penurunan laba yang besar ini didorong oleh kenaikan pos “Beban (pemulihan) kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment)” menjadi sebesar Rp1.197,88 miliar (Rp1,2 triliun) dibandingkan beban 9M22 sebesar Rp634,51 miliar.
Sebagai konteks: laba 9M23 ini masih lebih besar dibanding laba tahun buku 2018 pasca BTPS IPO, laba 9M23 ini juga hanya selisih lebih kecil Rp400 miliar dibanding laba tahun buku 2019, namun lebih besar dibanding laba tahun buku 2020 sebesar Rp854,61 miliar. Padahal pada tahun buku 2020 itu pos beban pembentukan CKPN dilaporkan sebesar Rp850,18 miliar, atau selisih 350-an miliar lebih kecil dibanding level CKPN sekarang.
Untuk memberi konteks yang lebih pas lagi, dengan kinerja 2020 yang seperti itu, pada saat crash April 2020 saham BTPS turun parah hingga level 1.800-an. Pada akhir tahun 2020, sahamnya kembali ke level 3.790. Dengan kinerja 9M23 yang seperti di atas, yang masih cukup bagus di berbagai lini, ternyata saham BTPS dihukum lebih parah oleh pasar.
Peningkatan pendapatan tahun 2022 didorong oleh kenaikan dari berbagai lini. Penyaluran pembiayaan naik 10,38% dari sebelumnya Rp10,44 triliun menjadi sebesar Rp11,53 triliun pada akhir tahun 2022. Sementara itu dari sisi dana masyarakat yang dikelola juga mengalami peningkatan 9,60% dari Rp10,99 triliun pada tahun 2021 menjadi sebesar Rp12,05 triliun pada tahun 2022. Pada 9M23 penyaluran pembiayaan naik 3,545% dan simpanan nasabah hanya naik 1,83% dibanding data Desember 2022.
Rasio penyaluran dana dibanding simpanan nasabah per 9M23 dilaporkan 93,58%. BTPS masih mampu menjaga konservatisme penyaluran pembiayaan dan tetap melaporkan pendapatan yang stabil. Peningkatan kinerja pada akhir tahun 2022 dan 9M23 terbukti telah mengembalikan BTPS ke kinerja pra-pandemi.
Profitabilitasnya juga menarik. Hasil pengamatan dalam dua tahun terakhir, kita bisa melihat bahwa BTPS telah kembali menghasilkan performa terbaik mereka setelah disrupsi pandemi sejak 2020 lalu. Kinerja marjin laba kotor kembali ke tingkat di atas 88% hingga 93% (per 9M23). Perlu diperhatikan kami menghitung marjin laba kotor hanya dari tingkat beban bagi hasil sebagai biaya pendapatan. Angka ini mungkin berbeda jika diamati dengan cara lain.
Marjin laba usaha tercapai di atas 32,77% atau mendekati kinerja 2019 di kisaran 42%. Sementara itu marjin laba bersih tahun 2022 tercapai di atas 33,20%, namun per 9M23 tingkat marjin laba turun ke kisaran 25,65% karena pelemahan beban CKPN tersebut. Tingkat marjin laba BTPS di kisaran 33% setara BMRI (39%), BBRI (39%), dan BBNI (40%). Hanya BBCA yang tidak bisa dikalahkan NPM-nya di kisaran 45%-50%.
Mari diskusi dalam konteks yang lain, anggaplah BTPS nanti bisa menekan pos CKPN dan pos pembentukan pemulihan (impairment) bisa ditekan hingga kisaran 309-an miliar seperti pada tahun buku 2019, maka BTPS akan menghasilkan laba sekitar Rp1,7 triliun. Ini setara marjin laba bersih 39% jika dibandingkan pendapatan Rp4,3 triliun per 9M23.
Selama lima tahun terakhir laba bersih BTPS telah naik 1,85x lipat sejak IPO pada 2018 lalu. Untuk melihat konteks lain, dalam periode yang sama (2018-2022) laba BBCA naik 1,57x lipat.
Kekurangan BTPS adalah di segmen bisnis unbankable yang dikategorisasikan sebagai berisiko tinggi. Model bisnis seperti ini yang menjadi alasan rasional valuasi BTPS tidak bisa terlalu mahal dibandingkan BBCA. Meski kami punya pendapat berbeda tentang bisnis mereka.
Hal lain yang perlu diperhatikan, peningkatan laba BTPS ini diikuti juga oleh naiknya penyaluran pembiayaan dan simpanan dana. Jadi potensi pertumbuhan ke depan masih terjaga. Aset BTPS telah naik 1,75x dari sebesar Rp12,04 triliun pada tahun 2018 (pasca IPO) menjadi sebesar Rp21,16 triliun pada tahun 2022. Untuk meletakkan dalam konteks, dalam periode yang sama aset BBCA naik 1,59x lipat dari 2018 ke 2022.
Atas beberapa pertimbangan itulah kami memandang BTPS termasuk masih fenomenal. Dengan ukurannya yang masih punya ruang untuk berkembang dan potensi nasabahnya yang masih luas. Kami memandang BTPS bisa menjadi peluang pertumbuhan yang dahsyat, tentu setelah mereka menyelesaikan masalah CKPN.
CKPN
Pengantar CKPN
Kali ini kita akan sejenak mendiskusikan tentang pos Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dari aset keuangan perbankan. Semua perusahaan keuangan wajib mencadangkan risiko atas aset keuangannya sehingga publik mendapatkan gambaran akan risiko yang dihadapi perusahaan.
Pos CKPN “terdapat” di dua posisi dalam laporan keuangan, yaitu: di bagian aset (laporan neraca) yang disebut CKPN dan bagian beban di laporan laba/rugi yang disebut beban pembentukan CKPN.
Sebagai catatan: dalam laporan lainnya BTPS juga menyebut sebagai pos “Beban (pemulihan) kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment)”. Di bank atau institusi keuanngan lain pos CKPN bisa juga disebut “beban pemulihan penurunan nilai”, “provisi untuk kerugian” atau “impairment”. Semua prinsipnya sama kecuali ada detail yang berbeda.
Metode pencatatan CKPN ini dijelaskan dalam catatan berikut:
Metode migration analysis digunakan untuk menentukan kerugian penurunan nilai dari nasabah yang tidak direstrukturisasi dan nasabah yang direstrukturisasi karena usaha menurun (non-covid). Pada metode migration analysis, Bank menentukan tingkat kerugian dari portofolio selama periode antara terjadinya peristiwa gagal bayar dengan saat kerugian teridentifikasi untuk setiap portofolio yang teridentifikasi dalam jangka waktu 12 bulan. Kerugian penurunan nilai atas piutang murabahah diukur sebesar selisih antara nilai tercatat piutang murabahah dengan nilai estimasi arus kas masa datang.
Metode vintage analysis digunakan untuk menentukan kerugian penurunan nilai dari nasabah yang telah direstrukturisasi. Pada metode vintage analysis, Bank menentukan tingkat kerugian berdasarkan pengalaman Bank dengan melakukan scoring atas kondisi nasabah yang diretrukturisasi sebelumnya dari tanggal restrukturisasi sampai dengan piutang pembiayaan tersebut lunas atau dihapusbukukan.
Ketika pembiayaan yang diberikan tidak tertagih, pembiayaan tersebut dihapusbuku dengan menjurnal balik cadangan kerugian penurunan nilai. Pembiayaan tersebut dapat dihapusbuku setelah semua prosedur yang diperlukan telah terpenuhi dan jumlah kerugian telah ditentukan. Beban penurunan nilai diakui sebagai “Pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai”.
Dikutip dari Laporan Keuangan catatan 3.g. (halaman 26 LK BTPS 9M23)
Dari konsep di atas, ada dua metode pencatatan CKPN dan pos “beban pembentukan CKPN”.
Kategori 1 (migration): jika terjadi di nasabah biasa dan tidak terkait kejadian Covid. Maka CKPN diukur atas selisih antara nilai tercatat piutang murabahah dengan nilai estimasi arus kas masa datang.
Kategori 2 (vintage): jika terjadi di nasabah terestrukturisasi dan di masa Covid. CKPN diukur dari skor internal bank terhadap pengalaman dengan nasabah.
Kedua pos cadangan kerugian ini bersifat fluktuatif, bisa naik atau turun, tergantung dengan asumsi risiko yang dihadapi bank. Jika tingkat risiko pembiayaan macet naik, maka pos CKPN dan pos pembentukan CKPN bisa naik. Kedua posisi baik CKPN di laporan neraca atau beban “pembentukan CKPN” di laporan laba rugi bersifat non-kas. Sifat keduanya bersifat adalah mengurangi aset dan mengurangi laba. Karena pos laba ditarik ke laporan ekuitas, maka di situlah kedua sisi laporan neraca akan seimbang. Setiap kenaikan CKPN di neraca akan menjadi pengurang laba. Setiap penurunan CKPN di neraca akan menambah laba.
Sekarang ke konteks pos pembentukan CKPN di bagian laporan laba/rugi. Pos beban “pembentukan CKPN” berfungsi mengurangi laba di posisi laba/rugi terkait relasi dengan CKPN di aset. Pos ini bisa berarti akumulasi dari dua jenis “cadangan” kerugian penurunan nilai, yaitu: 1) pembiayaan yang dianggap sudah gagal bayar, maka angkanya dihapus bukukan atau berkurang secara riil; dan, 2) cadangan yang akan mengurangi laba selama nasabah masih terindikasi berpotensi gagal bayar.
Jika belum paham, silakan pelajari ilustrasi CKPN berikut ini.
- Anggaplah suatu bank punya CKPN di aset sebesar 100 dan pos pembentukan CKPN sama 100.
- Setelah satu periode:
a) Beberapa nasabah dianggap tidak berisiko. Maka ini memulihkan (mengurangi) sebesar 20 dari CKPN dari aset dan bebannya.
b) Namun ada yang dianggap gagal bayar atau hapus buku sebesar 30. Ini mengurangi CKPN di aset dan menambah beban (masuk laba).
c) Sisanya masih dalam risiko yang sama hingga pemantauan berikutnya sebesar 100 – (2.a+2.b) 50 = 50. Ini akan menambah CKPN di aset (positif) dan pos beban CKPN (negatif). - Kemudian, selama periode itu masih ada kenaikan pinjaman yang berisiko, sehingga CKPN bertambah sebesar 70 (outstanding). Ini masuk CKPN di aset (positif) dan menambah beban CKPN (negatif).
- Maka posisi CKPN di aset akan berakhir: (2.c) 50 + (2.a) -20 + (2.b) -30 + (3) +70 = 120
- Posisi pos beban pembentukan CKPN terakhir: (2.c) -50 + (2.b. hapus buku) -30 + (CKPN barui) -70 = -130.
- Sebesar (2.c) 20 masuk dalam laporan laba/rugi sebagai tambahan laba atas “pemulihan kerugian nilai aset” atau istilah semacam itu.
Kami menangkap sentimen negatif pasar, yang khawatir atas kenaikan pembentukan CKPN (beban provisi impairment) akan menghantam kinerja BTPS di masa depan. Tingginya kenaikan pos ini dikhawatirkan menggerus laba dan membahayakan masa depan profitabilitas BTPS. Apalagi segmen nasabah BTPS yang unbankable dianggap tidak layak.
Untuk kedua hal tersebut, kita akan menganalisis dan membandingkan CKPN BTPS dengan kompetitor seperti Mekaar (PT PNM, anak usaha BBRI) dan BPR Lestari, sebuah bank dengan model bisnis sama yang berbasis di Bali. Ada baiknya juga untuk melihat bagaimana konteks besar CKPN dan beban pemulihannya saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Analisis CKPN
Industri perbankan terganggu karena peningkatan kredit macet sebagai imbas pandemi Covid-19. Usaha yang terhambat itu membuat nasabah kesulitan membayar cicilan bunga atau pokok pinjaman. Kesulitan pembayaran dan kredit macet itulah yang membuat posisi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan “Beban Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai” (beban CKPN) dalam laporan laba ruginya naik.
Setelah melakukan telaah lebih mendalam, kami menyimpulkan bahwa fenomena ini terjadi di semua bank. Kenaikan CKPN atas kualitas aset pinjaman yang buruk adalah isu perbankan nasional, bukan hanya masalah BTPS. Apalagi jika membandingkannya dengan kompetitor yang terjun di bidang yang mirip, yaitu bank syariah dan pembiayaan ultra-mikro. Hal ini akan tampak lebih jelas saat kita melihatnya dari perspektif persentase terhadap penyaluran dana seperti berikut.
Kenaikan pos CKPN dalam neraca BTPS memang meningkat selama 6 kuartal terakhir dari Juni 2022 ke September 2023, jika dibandingkan dengan penyaluran pembiayannya porsinya naik dari 6% menjadi 7,9%. Peningkatan ini terjadi pula di PNM/Mekaar yang punya segmen usaha mirip BTPS di bidang UMKM dan ultra-mikro. Jika peningkatan BTPS dari Juni 2022 ke September 2023 hanya 1,94%, porsi PNM naik 1,51%. Jika dilihat dari posisi Desember 2021 ke September 2023, pos CKPN BTPS dibanding penyaluran dana naik 1,24% vs PNM yang naik 3,06%. Kami masih merasa nyaman dengan peningkatan BTPS.
Hal kedua, kami membandingkan pos ”CKPN/penyaluran dana” vs pos “pembentukan CKPN/penyaluran dana”, porsi BTPS tampak fluktuatif. Kami memandang hal ini adalah upaya manajemen untuk meningkatkan kualitas aset pembiayaan atau menyelesaikan kredit-kredit yang bermasalah, seperti terlihat pada September 2023 dengan porsi pembentukan CKPN yang sangat besar hingga 10,04% versus pos CKPN di aset yang hanya setara 7,94%. Kami merasa ini adalah hal baik. Dengan adanya hapus buku, maka profitabilitas kuartal berikutnya bisa diharapkan lebih baik. Asal pos CKPN aset tidak bertambah lebih besar.
Kami tidak bisa membandingkan pos beban CKPN dengan PNM karena tidak ada datanya. Sementara itu perbandingan data ini dengan BRIS tidak setara karena sifat segmen usahanya berbeda. Perbandingan dengan BPR Lestari tampak juga tidak bisa dilakukan meski di segmen yang sama. Porsi beban CKPN BPR Lestari tampak jauh lebih rendah, padahal mereka telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp4,3 triliun per akhir 2021, atau sepertiga BTPS.
Dengan melihat konteks data CKPN dan beban pembentukan CKPN di atas, kami masih merasa nyaman dengan perkembangan BTPS dibandingkan dengan kompetitornya. Maka, sebenarnya isu kredit macet nasabah ultra mikro adalah isu nasional yang dihadapi oleh BTPS dan PNM. Jika ini merupakan isu umum, maka kami merasa pemerintah akan turun tangan dengan meluncurkan regulasi baru atau relaksasi keuangan JIKA industri pembiayaan ultra mikro akan menghadapi tantangan berarti. Ekspektasi ini terasa wajar mengingat PNM adalah anak usaha Bank BRI yang secara tidak langsung dimiliki oleh negara juga. Apalagi tingkat penyaluran pembiayaan PNM di segmen ultra-mikro sudah mencapai Rp40-an triliun. Nasabah ultra mikro yang mayoritas perempuan adalah masyarakat level terbawah yang menjadi kepentingan stabilitas nasional.
Performa Saham BTPS
Saham BTPS mengalami penurunan -36,42% dibanding harga akhir tahun 2022. Kami mendengar banyak sentimen negatif yang menghiasi perjalanan penurunan ini, salah satu di antaranya adalah isu CKPN dan kualitas growth BTPS.
Kami menyimpulkan penurunan harga saat ini dipengaruhi oleh sentimen temporer yang disebabkan terlalu banyak aksi jual yang dilakukan broker asing. Aksi jual ini selain menghantam BTPS, juga mengenai saham-saham lain. Apalagi saat diterpa isu tentang CKPN, maka BTPS sebagai saham mid-cap terkena lebih fatal.
Dari statistik mingguan IDX selama Oktober 2023, transaksi asing dilaporkan net sell berturut-turut Rp3,2 triliun, Rp3,1 triliun, dan Rp2,5 triliun untuk periode 16 Oktober, 23 Oktober, dan 30 Oktober 2023.
Selama Juli 2022-Desember 2022 ketika harga saham BTPS naik, mayoritas akumulasi dilakukan oleh investor domestik dengan rata-rata 106-an miliar lebih, sementara itu broker asing melakukan distribusi (penjualan) hingga rata-rata 242 miliar per bulan. Namun karena tekanan jual asing yang terlalu besar, akumulasi broker lokal pun tidak mampu menahan harga dan tren saham BTPS masih turun.
Perilaku broker asing vs lokal tidak berarti apa-apa karena hal itu sudah kodrat bahwa setiap saat selalu ada pergeseran dana antara lokal dan asing. Perilaku asing dan domestik pada dasarnya akan seimbang, tergantung sentimen yang saat itu muncul di pasar.
Salah satu faktor yang menyebabkan capital outflow di pasar modal adalah adanya kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menaikkan suku bunganya dari tingkat 4,5% menjadi terakhir 5,5% selama tahun 2023. Kenaikan ini telah dimulai sejak awal tahun 2022 lalu. Kenaikan suku bunga AS umumnya akan memicu keluarnya modal dari pasar modal asing, termasuk di Indonesia, dan mungkin juga termasuk yang memiliki saham BTPS. Apalagi pada periode ini Rupiah cenderung ikut melemah dengan kurs kurs Rp14.675 per dolar AS sejak Mei 2023 hingga terakhir Rp15.732 per dolar AS pada 3 November 2023. Kedua kombinasi ini berkorelasi positif terhadap isu keluarnya permodalan asing dari pasar modal kita.
Catatan dari Public Expose
Kami mengikuti dan ikut berpartisipasi di event public expose yang diadakan BTPS pada 26 Oktober 2023 (unduh laporannya) dan mencatat beberapa poin berikut. BTPS menekankan kembali bahwa alasan mereka fokus untuk melayani perbankan segmen unbankable karena beberapa preposisi utama seperti:
- Segmen tersebut punya potensi yang besar hingga 45 juta nasabah (lebih dari perkiraan kami 23 juta nasabah).
- Kompetisi lebih rendah karena belum banyak lembaga yang melayani.
- Nasabah ibu rumah tangga, usaha perorangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
- Kenapa nasabah perempuan? Karena bisnis mewajibkan pertemuan rutin 2 mingguan seperti arisan.
- Kenapa terbentuk komunitas? Untuk efisiensi kerja bankir pemberdaya yang mendatangi nasabah untuk menjemput bola dan melayani nasabah di kelompok itu dengan memberikan paket lengkap: pembiayaan, pemberdayaan, dan pendampingan.
- Selain itu pembentukan komunitas adalah untuk mitigasi risiko default. Berbeda dengan fintech atau pinjol yang dilayani secara mandiri.
- Provisi (pencadangan) di comfortable level.
Dari jawaban sesi tanya jawab, manajemen BTPS menjelaskan beberapa hal untuk meningkatkan kualitas aset pinjaman:
- Manajemen telah menerapakan berbagai inisiatif di internal, seperti program back to basic dimana Nasabah Pra dan Cukup Sejahtera Inklusif telah diwajibkan untuk kembali hadir pada Pertemuan Rutin Sentra (PRS). Hal ini diharapkan akan meningkatkan ketaatan.
- Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Team di lapangan.
- Perseroan juga meningkatkan jumlah Karyawan pada Kuartal III dan Kuartal IV (2023) yang prioritas dan tanggung jawab utamanya untuk menjaga kualitas pembiayaan.
- Saat ini Perseroan menerapkan kebijakan penyaluran pembiayaan yang lebih selektif, baik pencairan terhadap Nasabah baru maupun pembiayaan untuk existing nasabah berdasarkan ticket size.
- Kami bertanya tentang kelebihan nasabah dan bagaimana keyakinan manajemen BTPS akan kekuatan dan daya tahan nasabahnya di tengah ancaman risiko kredit, manajemen menjelaskan bahwa model bisnis bagi segmen pra dan cukup sejahtera inklusif sudah dilakukan Perseroan sejak awal berdiri. Perseroan memiliki pengalaman dan mempunyai keyakinan yang memadai pada efektifitas model bisnis ini dan secara berkelanjutan akan memastikan agar model bisnis ini dapat terus tumbuh, utamanya dengan meningkatkan kehadiran nasabah kembali pada PRS dan adaptasi kebiasaan Nasabah sehingga diharapkan dapat tercipta kembali model bisnis yang pernah dikembangkan dan telah terbukti berjalan dengan baik.
Tentang dividen, manajemen akan meningkatkan payout ratio dari sekitar 40% menjadi sebanyak-banyaknya 60%.
Tentang persaingan dan strategi, manajemen menyampaikan bahwa para pemain yang melayani segmen nasabah pra dan cukup sejahtera atau nasabah ultra mikro dapat dikatakan cukup unik. Jika sebelumnya terdapat banyak pesaing namun demikian saat ini para pemain tersebut berada pada kondisi yang cukup menantang, baik dari sisi kinerja maupun kualitas. Di sisi lain terdapat juga para pemain yang berada pada kondisi yang baik dengan terus menjaga kualitas bahkan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Manajemen menyampaikan bahwa melalui adanya kemiripan kondisi tantangan yang dihadapi pemain dan Perseroan maka strategi yang ditempuh oleh Manajemen untuk merespon tantangan ini adalah dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Team dan memastikan aktivitas di Internal Perseroan menjadi semakin baik lagi.
Potensi Bisnis
Model Bisnis
Model bisnis BTPN Syariah (BTPS) yang bergerak di pembiayaan ultra mikro ala Grameen bank berbeda dengan model bisnis bank syariah pada umumnya. Ini juga berbeda dengan model bisnis pembiayaan multifinance yang biasanya ditujukan untuk pembiayaan kendaraan atau konsumtif. Model pembiayaan multifinance dan bank syariah masih didukung jaminan (collateral) saat penyaluran kredit. Model bisnis utama BTPS yang menyasar ibu-ibu prasejahtera tanpa adanya collateral. Model bisnis ini memberi pinjaman dengan tiket (besar) pinjaman 5 jutaan, dengan pertemuan dua mingguan, dan syarat gandeng renteng.
Karena tanpa jaminan, maka model bisnis BTPS secara definitif termasuk kategori berisiko tinggi. Setiap pinjaman macet berisiko gagal bayar. Dengan pengelolaan operasional yang disiplin dan baik, BTPS mampu meningkatkan basis nasabahnya dari tingkat 4 jutaan (3,1 juta nasabah aktif) saat baru IPO pada 2018 hingga menjadi 7 juta nasabah per September 2023, dengan nasabah aktif sekitar 4,3 jutaan. Penambahan basis nasabah aktif 1 jutaan ini meningkatkan pendapatan dari 3,44 triliun menjadi 5,3 triliun per akhir tahun 2022, atau naik 1,54x lipat.
Parit Ekonomi
Keunggulan Kompetitif: BTPS punya keunggulan kompetitif dibanding bank syariah lain dan juga bank konvensional karena model bisnisnya yang unik. Model bisnis mereka menciptakan kondisi profitabilitas, kondisi manajemen risiko perbankan, dan siklus loyalitas yang menjaga keduanya dalam sebuah sistem yang baik. Ini tentu menarik dan bisa dibuktikan dari kinerja perusahaan yang konsisten selama kami memantaunya lima tahun terakhir.
Model bisnis itu diwujudkan menjadi kinerja perbankan yang lebih perform dibanding bank syariah lainnya. Konsep perbankan mikro yang dianut oleh BTPS membuat kondisi permodalannya lebih kuat, profitabilitasnya lebih bagus dibanding bank lainnya, dan bisa menjaga kualitas pertumbuhannya hingga saat ini. Hal ini bisa dibuktikan dari performa BTPN Syariah mencatatkan kinerja yang fenomenal dibanding bank syariah sejawatnya.
Tanda adanya parit ekonomi ini dibuktikan dari berbagai indikator di atas, mulai dari marjin laba bersih (net profit margin atau NPM) di atas 20%, Return on Equity (ROE) di atas 12%, pertumbuhan laba di atas 20%, dan rasio leverage yang masih rendah dengan profil manajemen risiko perbankan yang aman.
Potensi Usaha
Potensi nasabah ibu-ibu prasejahtera dilaporkan sejumlah 23 juta nasabah, demikian jawaban manajemen BTPS pada sesi public expose pada 2018 lalu (lihat analisa Maret 2023). Berdasarkan public expose terbaru, potensi nasabah pra-sejahtera diperkirakan 45 juta nasabah. Sementara itu PNM Mekaar dan Mekaar Syariah yang terjun dalam lini bisnis yang sama mempunyai 13,82 juta nasabah. Karena sifat dan karakter industrinya akan bersaing head to head memperebutkan nasabah yang sama, maka memakai analogi sederhana saja, BTPS punya potensi untuk menaikkan basis nasabahnya ke tingkat 14 jutaan itu.
Dengan rasio nasabah aktif dan potensial sekitar 50-60%, atau kita ambil yang terkecil, sekitar 50% dari total nasabah, maka dengan potensi 7 jutaan nasabah aktif, pendapatan BTPS berpotensi ke kisaran Rp13,05 triliun dan menghasilkan laba sekitar Rp3,9 triliun (naik 2,7 kali lipat dibanding laba sebesar Rp1,4 triliun).
Tentu saja ada kondisi, peningkatan pendapatan sebesar itu perlu penyaluran pinjaman yang lebih besar kapasitasnya. Dengan Net Interest Margin di kisaran 27%, maka jumlah pendanaan yang harus disalurkan sekitar Rp48,33 triliun. Dengan basis pinjaman akan naik dengan CAGR 13% YoY, maka dengan penyaluran dana Rp11,35 triliun per September 2023, BTPS diperkirakan akan bisa mencapai kisaran Rp48,3 triliun setelah 11 tahun. Ini memakai basis CAGR yang agak tertekan karena pandemi. Jika pertumbuhan riil tercapai lebih besar, maka hal itu bisa dicapai lebih cepat lagi.
Demikian diskusi ringkas potensi BTPS yang masih punya potensi basis pelanggan lebih dari layak. Secara sederhana, potensi sahamnya kemungkinan besar bisa mengikuti.
Perbandingan Industri
BTPS dan Industri Pembiayaan Ultra-Mikro dan Perbankan Syariah
Kami hanya fokus membandingkan BTPS dengan industri perbankan mikro dan perbankan syariah. Perbandingan dengan model perbankan lainnya atau industri multifinance tidak akan selaras karena cara, manajemen risiko, dan operasinya berbeda.
Industri perbankan syariah di Indonesia diperkirakan punya potensi pertumbuhan yang menarik. Namun, dengan model bisnis yang berbeda, kami lebih suka membahas BTPS dengan industri sejenis, yaitu perbankan mikro dan khususnya yang melakukan operasional serupa.
Siapa Kompetitor BTPS?
Salah satu kompetitor terjelas adalah BPR-Lestari dengan basis utama di pulau Bali yang juga mempunyai pola operasional mirip dengan BTPS. BPR-Lestari telah melebarkan sayapnya dengan beroperasi di wilayah-wilayah kota besar potensial di pulau Jawa.
Hingga September 2023, BPR Lestari melaporkan aset sebesar Rp6,6 triliun, menyalurkan kredit sebesar Rp4,05 triliun, dengan dana pihak ketiga Rp5,45 triliun, dan menghasilkan laba sebesar Rp6,8 miliar. Sayangnya kami tidak mendapat laporan keuangan yang lebih detail dari BPR Lestari. Laporan detail hanya dari laporan tahunan hingga tahun buku 2021.
Hingga akhir 2021, BPR-Lestari mengelola dana nasabah sebesar Rp5,57 triliun dan menyalurkan pembiayaan sebesar Rp4,3 triliun. Untuk tahun 2021, beban bunga (cost of fund atau biaya atas dana) BPR-Lestari terhadap simpanan nasabahnya sebesar 7,04%, sementara tingkat bunga terhadap pembiayaan mereka sebesar 16,52%, maka marjin bunganya sekitar 9,4%. Tingkat beban dan penghasilan BTPS masih bersaing dibanding BPR-Lestari, bahkan lebih unggul.
Kompetitor terbesar BTPS adalah anak usaha PT Bank BRI (Persero) Tbk (BBRI) yaitu PT Permodalan Nasional Madani (PNM) yang juga menyalurkan pembiayaan dengan pola serupa BTPS dengan branding Mekaar dan Mekaar Syariah. Meski menyalurkan pembiayaan kepada nasabah pra-sejahtera perempuan, kami memandang model bisnis PNM sedikit berbeda dengan BTPS.
Dari cara operasinya, PNM memperoleh dana dari utang bank, surat utang, sukuk, obligasi, atau pinjaman dari pemerintah. PNM tidak mengelola dana nasabah. Perbedaan perolehan dana ini berpengaruh pada biaya modal yang berbeda. Biaya atas dana BTPS lebih rendah. Sejak diakuisisi oleh Bank BRI pada tahun 2021, cara beroperasi PNM bisa berubah karena punya akses atas biaya modal dari induknya. Hal itu sekaligus bisa menambah potensi profitabilitas BRI.
Per akhir 2021, PNM menyalurkan pembiayaan sebesar Rp33,17 triliun dan memperoleh pendapatan bunga dan bagi hasil sebesar Rp8,42 triliun atau penghasilan bunga bersih sekitar 25,41%. Tingkat bunga ini masih di bawah BTPS. Namun, dengan pola operasional yang sama, PNM atau Mekaar adalah kompetitor BTPS yang sesungguhnya. Sementara itu PNM membayar biaya atas dananya (cost of fund) sebesar Rp2,3 triliun untuk tahun 2021 atau tingkat bunga sebesar 6,95%.
Kompetitor lain dari BTPS yang tidak terlihat adalah sindikat kredit harian (bank plecit atau rentenir) yang berada di berbagai daerah dan terkenal dengan bunganya yang mencekik. Dengan cara beroperasi yang tidak teregulasi, bank dengan bunga harian yang bisa mencapai seratus persen per tahun ini menjadi pelarian instan masyarakat pra-sejahtera untuk mencari dana. Namun dari sudut pandang lain, bank-bank mikro seperti BTPS bisa menjadi solusi bagi masyarakat pra-sejahtera untuk memperoleh dana dengan tingkat imbalan yang lebih terjangkau.
Kompetitor lainnya yang tidak resmi adalah pinjaman dalam skema ibu-ibu PKK atau arisan RT. Tingkat bunga yang dikenakan untuk skema seperti itu mendekati tingkat bunga BTPS atau setara 40% per tahun. Namun skema pinjaman informal yang bersifat non bisnis seperti ini tidak bisa dijadikan perbandingan yang nyata.
Posisi Permodalan BTPS, Kompetitor, dan Industri Bank Syariah

Dari data di atas kami menyimpulkan bahwa dari berbagai sisi BTPS lebih unggul dibanding kompetitor BRIS dan Mekaar, keduanya adalah kompetitor terbaik di industri perbankan syariah dan mikro. Sementara itu dibanding industri perbankan syariah, performa BTPS jauh lebih unggul.
Profil BTPS
PT BTPN Syariah Tbk (BTPS) adalah anak usaha dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). BTPS merupakan bank syariah ke-12 di Indonesia. Saham BTPS mulai diperdagangkan di bursa sejak 8 Mei 2018 dan menjadi bank syariah terbuka ke-2 di BEI setelah PNBS.
Entitas awal BTPS berawal dari PT Bank Purba Danarta yang kemudian berganti nama menjadi PT Bank Sahabat Purba Danarta. Bank Sahabat mayoritas sahamnya 95,31% dimiliki PT Triputra Persada Rahmat dari grup Triputra yang dikelola oleh konglomerat Theodore Permadi Rachmat. Pada 2014, Bank Sahabat diakuisisi oleh BTPN senilai Rp600 miliar yang kemudian diubah menjadi bank syariah setelah memisahkan unit usaha syariahnya.
Komposisi modal BTPS pasca penawaran saham perdana (IPO) dimiliki oleh: BPTN sebesar 63%, PT T.P. Rahmat 27%, dan masyarakat 9,97%.
Per akhir September 2023, modal saham BTPS adalah: PT Bank BTPN Tbk (BTPN) sebesar 70% dan masyarakat 29,99%, sisanya sebesar 0,008% adalah saham treasuri.
Anti-Fragile
Secara sederhana, fragile adalah kondisi saat pilihan atau strategi bisnis mengarahkan usaha untuk menghadapi bahaya yang berlebihan dan tidak bisa menghindarinya saat risiko besar terjadi. Bisnis anti-fragile konsep sederhananya adalah bisnis yang punya daya tahan yang kuat menghadapi masalah saat krisis.
Bisnis yang mempunyai pelanggan lebih banyak dengan nilai transaksi kecil akan menjadi anti-fragile secara alami dibanding bisnis yang mengandalkan pelanggan lebih sedikit dengan nilai transaksi besar. Bisnis dengan pelanggan konsumen ritel lebih anti-fragile dibanding bisnis dengan pelanggan utama beberapa usaha besar.
Saat ada kejutan ekonomi, industri, atau apa pun, bisnis yang anti-fragile akan lebih mampu bertahan dibanding yang fragile. Begitulah kira-kira ringkasan konsep Anti-Fragililty dari Nassem Nicholas Thaleb.
Gambar fragilitas dalam perbankan pernah terjadi pada krisis moneter 1997 lalu. Saat adanya gangguan ekonomi, dengan NPL hingga 40% lebih, akibatnya banyak pinjaman besar ke sedikit nasabah mengganggu likuiditas bank. Gangguan likuiditas akan mengganggu kinerja bank dalam menyalurkan pinjaman baru, gangguan ke nasabah, dan akhirnya mengganggu profitabilitas.
BTPS yang terjun ke pembiayaan ultra-mikro telah menjadi anti-fragile. Saya percaya kondisi anti-fragile BTPS ini menciptakan daya tahan yang aman buat kelangsungan bisnis mereka ke depan. Belum lagi upaya-upaya operasional yang dilakukan BTPS seperti syarat nasabah: pra-sejahtera 100% ibu-ibu dan berkomunitas 15-20 orang dengan pertemuan rutin minimal 2 minggu sekali, semua hal itu menambah daya tahan untuk menjadi tidak mudah rapuh.
BTPS mempunyai nasabah aktif 4,3 juta, cycle customer yang relatif seimbang antara Cycle 1 29% hingga Cycle 4 30%. Nasabah dengan pinjaman kurang dari 5 juta 53% dan lebih dari itu 47%. Dengan repeated 87%. Dan maturity 1 tahun 74% dan 26%.
Penutup
Demikian pemaparan terbaru BTPS yang meliputi analisis kinerja 9M23, diskusi seputar CKPN yang tinggi, performa saham BTPS, catatan dari public expose, diskusi potensi bisnisnya, dan perbandingan industri dan keunggulan anti-fragile yang dimilikinya.
Kami tidak membuat valuasi dan menentukan harga wajar dalam analisis kali ini. Kami telah membahasnya dalam Analisa BTPS Maret 2023 (unduh).
Pemutakhiran
- 7 November 2023: memperjelas istilah pos CKPN di neraca dan pos “pembentukan CKPN” di laporan laba/rugi. BTPS memakai nama “pembentukan CKPN” untuk provisi atas potensi kerugian nilai aset. Bank lain mungkin memakai istilah lain.
- 6 Desember 2023: update grafis, editing beberapa typo, dan mengubah mode artikel untuk publik.
Disclaimer ringkas: Analisis, pendapat, dan opini, bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua transaksi beli/jual saham adalah tanggungjawab Anda sendiri. Anda boleh tidak setuju dengan pengungkapan kami. Baca disclaimer detail di bawah.
Disclaimer: Semua informasi yang terkandung di sini diperoleh oleh Bolasalju (Tim Riset Bolasalju) dari sumber-sumber yang dipercaya akurat dan dapat diandalkan. Namun, informasi tersebut disajikan “sebagaimana adanya,” tanpa jaminan apa pun, dan Bolasalju, khususnya, tidak membuat pernyataan atau jaminan, tersurat maupun tersirat, mengenai keakuratan, ketepatan waktu, atau kelengkapan informasi tersebut atau sehubungan dengan hasil yang akan diperoleh dari penggunaannya. Bolasalju memiliki kebijakan ketat yang melarang penggunaan informasi orang dalam. Semua ungkapan pendapat bisa berubah tanpa pemberitahuan, dan Bolasalju tidak berkewajiban memperbarui atau melengkapi laporan ini atau informasi apa pun yang terkandung di sini. Anda harus menganggap bahwa tim kami bertransaksi dalam emiten yang dibahas dalam laporannya sebelum dan sesudah waktu yang ditetapkan untuk menerbitkan laporan. Isi dan konteks publikasi bukan ajakan/rekomendasi beli atau jual saham, tapi merupakan analisis dari data dan informasi yang tersedia. Dengan mengunduh dan memanfaatkan dokumen ini pelanggan dianggap telah menyetujui pernyataan-pernyataan di atas.
Hak Cipta © 2023 PT Bolasalju Dot Com. Lisensi penggunaan materi ini adalah untuk perorangan. Dilarang menyebarkan dokumen ini dalam bentuk/media apa pun: digital, cetak, presentasi, suara, dan medium lainnya.